INDEPENDEDNT STUDY: PENGARUH PENGANGGURAN DAN IFLASI TERHADAPA PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN PATI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Salah satu
hal yang digunakan untuk melihat kemakmuran suatu negara adalah dengan cara
melihat tingkat pengangguran di negara tersebut. Sebuah negara bisa dikatakan
makmur apabila mempunyai tingkat pengangguran yang sedikit atau lebih banyak
warga negaranya yang mempunyai sebuah pekerjaan. Pengangguran adalah seseorang
yang tidak bekerja atau sedang mencari sebuah pekerjaan. Sekarang pemerintah
sedang melaksanakan sebuah program untuk mengatasi pengangguran yaitu dengan
membuat lapangan pekerjaan yang banyak agar bisa mengatasi pengangguran yang
merajalela serta melakukan pelatihan keterampilan bagi para pengangguran yang
tidak mempunyai keterampilan sama sekali guna untuk mempermudah atau menggali
potensi seorang penganggur.
Kedua,
hal dalam ekonomi yang digunakan untuk melihat stabilitas ekonomi suatu negara
adalah inflasi. Karena apabila suatu negara cenderung memiliki tingkat inflasi
yang tinggi maka akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga naik secara
umum dan terus-menerus. Dengan kata lain inflasi adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa secara umum. Dengan naiknya
tingkat harga ini daya beli dari masyarakat akan menurun akibatnya
barang-barang hasil produksi tidak akan habis terjual dan produsen pun tidak
akan menambah besaran investasinya. Apabila besaran investasi berkurang hal ini
akan menyebabkan pendapatan nasional menurun, yang merupakan gambaran dari
pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan mempengaruhi kestabilan kegiatan
suatu perekonomian yakni sebagai roda pembangunan.
Sebuah
negara bisa dikatakan makmur yaitu dengan adanya pertumbuhan ekonomi secara
merata tanpa adanya ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di kalangan
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan suatu tolok ukur bagi
keberhasilan pembangunan suatu negara, khususnya dibidang perekonomian,
sekarang pemerintah melaksanakan program-program terbaru untuk meningatkan
pertumbuhan ekonomi diberbagai daerah, dengan memanfaatkan hasil bumi di
Indonesia seperti, pertanian, perkebunan, dan perikanan. Di mana di Indonesia
adalah banyak sumber daya alam yang memadai untk mengatasi hal tersebut
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan pengangguran?
2. Apa yang
dimaksud inflasi?
3. Apa yang
dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi?
4. Bagaimana
hubungan inflasi dengan pertumbuhan ekonomi?
5. Bagaimana
hubungan antara pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui
tentang pengangguran
2. Untuk
mengetahui tentang inflasi
3. Untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi
4. Untuk
mengetahui hubungan antara inflasi dengan pertumbuhan ekonomi
5. Untuk
mengetahui hubungan antara pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi
1.4 Manfaat
1. Sebagai
referensi untuk mengetahui hubungan antara inflasi dengan pertumbuhan ekonomi
2. Sebagai
referensi untuk mengetahui hubungan antara pengangguran dengan pertumbuhan
ekonomi
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang tidak
bekerja atau sedang mencari sebuah pekerjaan ( N. Gregory Mankiw )
2.1.2
Jenis-jenis pengangguran
1. Pengangguran friksoinal adalah pengangguran
yang disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan orang untuk mencarai sebuah
pekerjaan
2. Pengangguran setruktural adalah
penggangguran yang disebabkan oleh kekakuan upah dan penjatahan pekerjaan
2.1.3 kebijakan public untuk mengatasi
pengangguran
1. kantor ketenagakerjaan pemerintah menyebarkan informasi tentang
lowongan pekerjaan untuk mencocokan pekerjaan dengan para pekerja.
2. program pelatihan pekerja
3. Asuransi pengangguran
(unemployment insurance) mengambil sebagian dari upah pekerja selama periode
tertentu setelah mereka kehilangan pekerjaan.
4.
tunjangan
pengalaman parsial(partially experience rated)
3.1 Definisi
inflasi
Inflasi
adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan
terus-menerus. Kenaikan dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi,
kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan)
sebagian besar dari harga-harga barang lain (Boediono, 2017: 161).
3.1.2
Penggolongan
Inflasi
Inflasi
dibedakan menjadi 4 macam, yaitu (Boediono, 2017:162):
a)
Inflasi
Ringan : <10 % per tahun
b)
Inflasi
Sedang : 10 – 30 % per tahun
c)
Inflasi
Berat : 30 – 100 % per tahun
d)
Hiperinflasi
: ≥ 100 % per tahun
3.1.3
Jenis-jenis
Inflasi
Berdasarkan
sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi dibedakan dalam
dua spesifikasi yaitu dilihat dari sebab awal inflasi dan ditinjau dari asal
inflasi, yang dijabarkan sebagai berikut:
3.1.3.1
Inflasi
dari sebab awalnya:
1)
Demand
Pull Inflation
Demand
Pull Inflation disebabakan
oleh permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat (Boediono,
2017:162). Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian yang berkembang
dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang
tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
mengeluarkan barang dan jasa. Maka keadaan ini akan menimbulkan inflasi.
2)
Cost
Push Inflation
Inflasi
jenis Cost Push Inflation terjadi karena kenaikan biaya produksi, yaitu
disebabkan oleh terdepresiasinya nilai tukar, dampak inflasi luar negeri
terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang
diatur pemerintah, dan terjadi negatif supply shocks akibat bencana alam
dan terganggunya distribusi. Inflasi terutama berlaku dalam masa perekonomian
berkembang pesat ketika tingkat pengangguran sangat rendah. Apabila
perusahaaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka
akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji atau upah yang
lebih tinggi kepada para pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran
bayaran yang lebih tinggi. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat,
yang akhirnya akan menaikkan harga-harga berbagai barang.
3.1.3.2
Inflasi ditinjau dari asal inflasi
1)
Inflasi
dari dalam negeri (domestic inflation)
Inflasi
ini timbul dari dalam negeri misalnya karena kenaikan gaji pegawai negeri,
karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru,
gagal panen dan sebagainya.
2)
Inflasi
dari luar negeri (imported inflation)
Inflasi
ini timbul karena kenaikan harga-harga
di luar negeri atau di negara-negara mitra dagang. Inflasi juga dapat bersumber
dari barang-barang yang diimpor. Inflasi ini akan terwujud apabila
barang-barang yang diimpor mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang
penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan. Kenaikan harga impor
akan menaikkan biaya produksi, dan kenaikan biaya produksi mengakibatkan
kenaikan harga.
3.1.4
Teori
Inflasi
3.1.4.1
Teori
Kuantitas
Teori
kuantitas merupakan teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini
masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di jaman modern ini,
terutama di negara-negara yang sudah berkembang. Teori kuantitas ini menyoroti
peranan inflasi dari (Boediono, 2017:167) :
a)
Jumlah
uang yang beredar
Inflasi
hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar, tanpa ada
kenaikan jumlah uang yang beredar. Kejadian seperti ini misalnya, kegagalan
panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara saja. Bila uang tidak ditambah,
inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab-musababnya awal dari
kenaikan harga-harga tersebut.
b)
Psikologi
(expectation) masyarakat mengenai harga-harga
Laju
inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi
(harapan) masyarakat mengenai harga-harga di masa mendatang. Ada 3 kemungkinan
keadaan, keadaan yang pertama adalah apabila masyarakat tidak (atau belum)
mengharapkan harga-harga untk naik pada bulan-bulan mendatang. Kedua adalah di
mana masyarakat (atas dasar pengalaman di bulan-bulan sebelumnya) mulai sadar
bahwa terjadi inflasi. Dan yang ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih
parah yaitu tahap hiperinflasi, pada tahap ini orang-orang sudah kehilangan
kepercayaan terhadap nilai mata uang. Hiperinflasi ini pernah terjadi di
Indonesia selma periode 1961-1966.
3.1.4.2
Teori Keynes
Teori
uang Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya, dan menyoroti
aspek lain dari inflasi (Boediono, 2017:169) . Menurut teori ini, inflasi
terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya.
Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian
rejeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih
besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan
ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat akan
barang-barang selalu melebihi jumlah barang yang tersedia (timbulnya apa yang
disebut Inflationary gap).
Inflationary
gap timbul karena
adanya golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil menerjemahkan aspirasi
mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang. Dengan kata lain,
mereka berhasil memperoleh dana untuk mengubah aspirasinya menjadi rencana pembelian barang-barang yang didukung dengan
dana. Golongan masyarakat ini mungkin adalah pemerintah sendiri, yang berusaha
memperoleh bagian yang lebih besar dari ouput masyarakat dengan jalan
menjalankan defisit dalam anggaran belanjanya yang dibiayai dengan mencetak
uang baru. Golongan tersebut mungkin
juga pengusaha-pengusaha swasta yang menginginkan untuk investasi-investasi
baru dan memperoleh dana pembiyaannya
dari kredit bank. Golongan tersebut bisa pula serikat buruh yang berusaha
memperoleh kenaikan gaji bagi anggota-anggotanya melebihi kenaikan produktif
buruh.
3.1.4.3
Teori Strukturalis
Teori
mengenai inflasi yang berdasarkan pengalaman di
negara-negara Amerika latin. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran (rigdities)
dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Menurut Boediono,
karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor setruktural
dari perekoonomian (yang menurut definisi, faktor-faktor ini hanya berubah
secara gradual dan dalam jangka panjang) maka teori ini bisa disebut teori
inflasi jangka panjang. Mengenai teori strkturalis ini ada 3 hal yang perlu
ditekankan (Boediono, 2017:176):
a)
Teori
ini menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara-negara yang sedang
berkembang.
b)
Ada
asumsi bahwa jumlah uang yang beredar bertambah dan secara pasif mengikuti dan
menampung kenaikan harga-harga tersebut. Dengan kata lain, proses inflasi
tersebut bisa berlangsung terus-menerus hanya apabila jumlah uang yang beredar
juga bertambah terus-menerus. Tanpa kenaikan jumlah uang proses tersebut akan
berhenti dengan sendirinya.
c)
Faktor-faktor
struktural yang dikatakan sebagai sebab-musabab yang paling dasar dari proses
inflasi tersebut bukan 100% struktural. Sering dijumpai bahwa
keterangan-keterangan tersebut disebabkan oleh kebijakan harga atau moneter pemerintah
sendiri.
4.1. Pertumbuhan
Ekonomi
4.1.2. Konsep
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu tolok ukur bagi keberhasilan pembangunan suatu negara,
khususnya dibidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diukur dari tingkat pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) untuk lingkup nasional dan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) untuk lingkup wilayah. Selain dipengaruhi faktor internal,
pertumbuhan ekonomi suatu negara juga dipengaruhi faktor eksternal, terutama
setelah era ekonomi yang semakin mengglobal. Secara internal, tiga komponen
utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah pemerintah, dunia
usaha, dan masyarakat
4.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Arsyad,
pertumbuhan ekonomi
diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/ Pendapatan Nasional Bruto
tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari
tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi
atau tidak. Ada empat faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari
setiap bangsa. Keempatnya adalah:
a. Akumulasi modal (capital accumulation) termasuk semua
investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia
(human resources).
b. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja secara tradisional
dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi
c. Kemajuan
Teknologi (technological progress).
d. Sumberdaya
Institusi (Sistem Kelembagaan).
Tabel 1.3
Pertumbuhan ekonomi di
kabupaten pati selama 5 tahun terakhir
5.1 Hubungan
Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pada prinsipnya tidak
semua inflasi berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika terjadi
inflasi ringan di bawah sepuluh persen. Inflasi ringan justru dapat mendorong
terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena inflasi mampu memberi semangat
pada pengusaha, untuk lebih meningkatkan produksinya. Pengusaha bersemangat
memperluas produksinya, karena dengan kenaikan harga yang terjadi para
pengusaha mendapat lebih banyak keuntungan. Selain itu, peningkatan produksi
memberi dampak positif lain, yaitu tersedianya lapangan kerja baru. Inflasi
akan berdampak negatif jika nilainya melebihi sepuluh persen. Dengan adanya
inflasi maka kenaikan tingkat inflasi menunjukkan adanya suatu pertumbuhan
perekonomian, namun dalam jangka waktu panjang maka tingkat inflasi yang tinggi
sangat memberikan dampak yang sangat buruk. Dengan tingginya tingkat. inflasi
hal ini yang menyebabkan barang domestik relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan harga barang import. Jika kita
melihat bahwa pada prinsipnya tidak semua inflasi berdampak negatif pada
perekonomian. Terutama jika terjadi inflasi ringan yaitu inflasi di bawah 10%
dengan adanya inflasi ringan ini dapat mendorong terjadinya pertumbuhan
ekonomi. Ini yang membuat semangat para pengusaha untuk lebih meningkatkan produksinya
dengan membuka lapangan kerja baru.
6.1 Hubungan
Antara Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan antara
pengangguran dan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan hukum okun (okun’s
law), diambil dari nama Arthur Okun, ekonom yang pertama kali mempelajarinya.
Yang menyatakan adanya pengaruh empiris antara pengangguran dengan output dalam
siklus bisnis. Hasil studi empirisnya menunjukan bahwa penambahan 1 (satu)
point pengangguran akan mengurangi GDP (Gross Domestik Product) sebesar 2
persen. Ini berarti terdapat pengaruh yang negatif antara pengangguran dan
pertumbuhan ekonomi dan juga sebaliknya pertumbuhan ekonomi dan pengangguran.
Penurunan pengangguran memperlihatkan ketidakmerataan. Hal ini mengakibatkann
konsekuensi distribusional. Pengangguran berhubungan juga dengan ketersediaan
lapangan pekerjaan, ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan investasi,
sedangkan investasi didapat dari akumulasi tabungan, tabungan adalah sisa dari
pendapatan yang tidak dikomsumsi. Semakin tinggi pendapatan nasional, maka
semakin rendah harapan untuk membuka
kapasitas produksi baru yang tentu saja akan menyerap tenaga kerja baru.
Komentar
Posting Komentar