FILSAFAT ILMU: EPISTIMOLOGI KEILMUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah epistemologi bersangkutan dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Sebelum dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan sarana
apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas
pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada
akhirnya tidak dapat diketahui. Sebenarnya kita baru dapat menganggap mempunyai
suatu pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemologi.
Kita mungkin terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan,
atau mungkin sampai kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanya
kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat menenatapkan
batas-batas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak
dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya (Luis O. Kattsoff, 2004).
Dalam
pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem
dari filsafat. Sistem filsafat disamping meliputi epistemologi, juga ontologi
dan aksiologi. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang
bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin
dipikirkan. Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang
dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Sedangkan aksiologi adalah teori
tentang nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan maupun fungsi dari objek
yang dipikirkan itu. Oleh karena itu, ketiga sub sistem ini biasanya
disebutkan secara berurutan, mulai dari ontologi, epistemologi, kemudian aksiologi.
Dengan gambaran senderhana dapat dikatakan, ada sesuatu yang dipikirkan
(ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannnya (epistemologi),
kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan
(aksiologi).
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
arti dari epistemologi?
2. Apa
yang di maksud epistemologi filsafat?
3. Apa
saja objek dan fungsi epistemologi?
4. Apa kadar pengetahuan
epistemologi?
5. Apa
saja pengaruh-pengaruh dari epistemologi?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
arti dari epistemologi.
2. Mengetahui
apa yang di maksud epistemologi filsafat.
3. Mengetahui
apa saja objek dan fungsi epistemologi.
4. Mengetahui
kadar pengetahuan
epistemologi.
5. Mengetahui
apa saja pengaruh-pengaruh dari epistemologi.
BAB II
PEMBAHASAN
EPISTEMOLOGI
A.
Pengertian
Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya
serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuasaan pengenalannya ia dapat
mencapai realitas sebagaimana adanya. Para filosof pra Sokrates, yaitu filosof
pertama di dalam tradisi Barat, tidak memberikan perhatian pada cabang filsafat
ini sebab mereka memusatkan perhatian, terutama pada alam dan kemungkinan
perubahannya, sehingga mereka kerap dijuluki filosof alam.
Mereka mengandalkan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat
itu mungkin, meskipun beberapa di antara mereka menyarankan bahwa pengetahuan
mengenal struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu
daripada sumber-sumber lainnya. Herakleitus, misalnya, menekan penggunaan
indera, sementara Permanides menekankan penggunaan akal. Meskipun demikian, tak
seorangpun di antara mereka yang meragukan kemungkinan adanya pengetahuan
mengenai kenyataan (realitas).
Baru pada abad ke-5 SM, muncul keraguan terhadap adanya kemungkinan
itu, mereka yang meragukan akan kemampuan manusia mengetahui realitas adalah
kaum sophis. Para sophis bertanya, seberapa jauh pengetahuan kita
mengenai kodrat benar-benar merupakan kenyataan objektif, seberapa jauh pula
merupakan sumbangan subjektif manusia? Apakah kita mempunyai pengetahuan
mengenai kodrat sebagaimana adanya? Sikap skeptis inilah yang mewakili
munculnya epistemologi.
Metode empiris yang telah dibuka oleh Aristoteles mendapat sambutan
yang besar pada zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626).
Dua di antara karya-karyanya yang menonjol adalah The Advancement of
Learning (1606) dan Movum Organum (organum baru).
Filsafat Bacon mempunyai peran penting dalam metode induksi dan
sistematisasi prosedur ilmiah menurut Russel, dasar filsafatnya sepenuhnya
bersifat praktis, yaitu untuk memberi kekuasaan pada manusa atas alam melalui
penyelidikan ilmiah. Bacon mengritik filsafat Yunani yang menurutnya lebih
menekankan perenungan dan akibatbya tidak mempunyai praktis bagi kehidupan
manusia. Ia mengatakan, “The great mistake of Greek philosophers was that
they spent so much time in theory, so little in observation”.
Karena itu, usaha yang ia lakukan pertama kali adalah menegaskan
tujuan pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan tidak akan mengalami perkembangan
dan tidak akan bermakna kecuali ia mempunyai kekuatan yang dapat membantu
manusia meraih kehidupan yang lebih baik, “Knowledge is power, not opinion
to be held, but a work to be done, I am laboring to lay the fondation not of
any sector of doctrine, but of utility and power”.
Sikap khas Bacon mengenai ciri dan tugas filsafat tampak paling
mencolok dalam Novum Organum. Pengetahuan dan kuasa manusia
didekatkannya satu sama lain, menurutnya, alam tidak dapat dikuasai kecuali
dengan jalan menaatinya, agar dapat taat pada alam, manusia perlu mengenalnya terlebih
dahulu dan untuk mengetahui alam diperlukan observasi, pengukuran, penjelasan,
dan pembuktian.
Umat manusia ingin menguasai alam tetapi menurut Bacon, keinginan
itu tidak tercapai sampai pada zamannya hidup, hal itu karena ilmu-ilmu
pengetahuan tak berdaya guna dalam mencapai hasilnya, sementara itu logika
lebih cocok untuk melestarikan kesalahan dan kesesatan yang ada ketimbang
mengejar dan menentukan kebenaran.
Sementara bagi Descartes (1596-1650 M), persoalan dasar dalam
filsafat pengetahuan bukan bagaimana kita tahu, tetapi mengapa kita dapat
membuat kekeliruan? Salah satu cara untuk menentukan sesuatu yang pasti dan
tidak dapat diragukan ialah dengan melihat seberapa jauh hal itu bisa diragukan.
Bila kita secara sistematis mencoba meragukan sebanyak mungkin pengetahuan
kita, akhirnya kita akan mencapai titik yang tak bisa diragukan sehingga
pengetahuan kita dapat dibangun di atas kepastian absolut.
Prosedur yang disarankan Decartes untuk mencapai kepastian ialah
keraguan metodis universal, keraguan ini bersifat universal karena direntang
tanpa batas, atau sampai keraguan ini membatasi diri. Artinya usaha meragukan
itu akan berhenti bila ada sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Usaha meragukan
ini disebut metodik karena keraguan yang ditetapkan disini merupakan cara yang
digunakan oleh penalaran reflektif filosofis untuk mencapai kebenaran. Bagi
dia, kekeliruan tidak terletak pada kegagalan melihat sesuatu, melainkan di
dalam mengira tahu apa yang tidak diketahuinya atau mengira tidak tahu yang
diketahuinya.
Pengetahuan yan diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan
lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya
adalah:
1.
Metode
Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan
hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan uang lebih umum. Dan menurut
suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiriss ditandai oleh metode
induktif, suatu inferensi bisa disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan
tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai
pada pernyataan-pernyataan universal.
Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan
dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam
dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam
lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh diatas bisa
diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut juga
dengan pengetahuan sintetik.
2.
Metode
Deduktif
Deduksi ialah metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik
diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang
harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan
itu sendiri. Adanya penyelidikan bentuk logis teori dengan tujuan apakah teori
tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan
teori-teori lain dan ada pengujian teori-teori lain dan ada pengujian teori
dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik
dari teori tersebut.
3.
Metode
Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini
berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia
mengenyampingkan segala uraian/persoalan diluar yang ada sebagai fakta. Oleh
karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah
segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam
tiga tahap: teologis, metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang
berkeyakinan bahwa dibalik segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus.
Pada tahap metafisik, kekuatan adikodrati itu diubah menjadi
kekuatan yang abstrak, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang
bersifat umum yang disebut alam dan dipandangnya sebagai asal dari segala
gejala.
Pada tahap ini, usaha mencapai pengenalan yang mutlak, baik
pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tak berguna, menurutnya, tidaklah
berguna melacak asal dan tujuan akhir seluruh alam; melacak hakikat yang sejati
dari segala sesuatu. Yang penting adalah menemukan hukum-hukum kesamaan dan
urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan pengamatan dan penggunaan akal.
4.
Metode
Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia
untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan
berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan
intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan
cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Intuisi dalam tasawuf disebut dengan ma’rifah yaitu tahuan yang
datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran. Al-Ghazali menerangkan
bahwa pengetahuan intuisi atau ma’rifah yang disinarkan oleh Allah secara
langsung merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan yang diperoleh
lewat intuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bisa dipergunakan untuk
mencari keuntungan seperti ilmu pengetahuan yang dewasa ini dikomersilkan.
5.
Metode
Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab
untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun
Plato mengartikannya diskusi logika. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika
berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini
merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi
pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.
B.
Fungsi
Epistemologi
Fungsi pertama epistemologi: sebagai
landasan bagi tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi kedua,
sebagai dasar bagi pengembangan kearifan dalam berpengetahuan. Dengan pemahaman
tentang pluralitas pengetahuan semacam ini tentu tidak layak kita untuk menganggap
sebuah pengetahuan mengklaim diri sebagai yang paling benar mengatasi
pengetahuan yang lain. Funsi ketiga, sebagai sarana mengetahui variasi
kebenaran pengetahuan. Karena pengetahuan itu beragam, tentu validitas
kebenarannya juga beragam. Tingkat kebenaran filsafat, tentu ada perbedaan
dengan tingkat kebenaran ilmiah. Sesungguhnya dalam kehidupan, manusia tidak
bisa hidup jika hanya mengandalkan pada satu kebenaran dan menafikan kebenaran
pengetahuan yang lain.
Dalam menghadapi sebuah persoalan, ada kalanya kita cukup
mengandalkannya pada pengetahuan filsafat, dan adakalanya pada pengetahuan
agama dan adakalanya mengandalkan secara kolaboratif dari beragam pengetahuan
tersebut.
C.
Objek
Pengetahuan
Pada hakikatnya objek pengetahuan manusia
itu dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada atau wujud. Sehingga, objek
pengetahuan manusia biasa disebut sebagai maujudat, entitas-entitas yang
wujud. Menurut Langeveld dalam bukunya Menuju ke Pemikiran Filsafat (1959:
100), ia menjelaskan bahwa objek pengetahuan dapat dibedakan menjadi tiga:
1. Objek empiris (objek rasa), yaitu objek
pengetahuan yang pada dasarnya ada dan dapat ditangkap oleh indra lahir dan
indra batin.
2. Objek ideal (objek bukan rasa), yaitu objek
yang pada dasarnya tiada dan menjadi ada berkat kegiatan akal.
3. Objek transenden (objek luar biasa), yaitu
objek yang pada dasarnya ada, tetapi berada di luar jangkauan pikiran dan
perasaan manusia.
D.
Sumber
Pengetahuan
Sebenarnya kita bisa mengambil kesimpulan
bahwa sumber pengetahuan yang dimungkinkan bagi manusia adalah sebagai berikut:
1. Sumber pengetahuan berasal dari pengalaman
yang bersandar dari persepsi indra. Ada sekelompok orang yang extrem
mengatakan bahwa persepsi indra yang di
peroleh dari pengalaman ini lah yang fundamental bagi manusia dalam mendapat
pengetahuan . Kelompok extrem inilah yang dikenal dengan golongan empirisme,
dalam bahas yunani empeirikos yang artinya pengalaman.
2. Sumber pengetahuan berasal dari pemikiran
yang bersandar dari Akal/Rasio. Seperti yang dijelaskan oleh Kartanegara bahwa
hanya melalui akallah manusia bisa menghasilkan konsep-konsep yang bersifat
universal dari sebuah objek yang diamati lewat indera yang bersifat abstrak dan
tidak lagi behubungan dengan data-data partikular.
3. Sumber Pengetahuan Intuitifyang Bersandar
pada Hati (qalb).sebagai sumber pengetahuan. Kelemahan akal : a) Akal
tidak mampu menembus dan menjakau secara utuh pengalaman –pengalaman yang
bersifat eksistensial. b). Akal cenderung memahami sesuatu secara general dan
homogen. c). Akal tidak mampu mengerti objek secara langsung karena akal berada pada dunia kata-kata dan simbul dan
tidak pernah secara langsung menyentuhnya.
4. Sumber Pengatahuan yang bersandar pada
khabar shadiq. Pengetahuan yang bersumber pada otoritas atau kesaksisansumber
yang terpeercaya dan juga wahyu.
E.
Klasifikasi
Pengetahuan
Klasifikasi pengetahuan atau macam
pengetahuan dapat dibedakan dari beberapa sudut pandang.
a. Berdasarkan cara memperolehnya:
·
Pengetahuan dengan kehadiran yaitu pengetahuan hakikat objek yang
diketahui terbebar atau tersaksikan secara langsung pada diri subjek yang
mengetahui atau pelaku persepsi.
·
Pengetahuan diusahakan yaitu pengetahuan yang eksistensi objek tidak
secara langsung tersaksikan oleh subjek, tetapi subjek menangkapnya melalui
perantara yang mencerminkan objek berupa konsep mental.
b. Berdasarkan sumbernya:
·
Pengetahuan indrawi yaitu pengetahuan yang diperoleh dari cerapan indera
baik lahir maupun batin.
·
Pengetahuan rasional yaitu pengetahuan yag diperoleh dari penalaran
rasional seperti ungkapan ½ lebih kecil dari keseluruhan.
·
Pengetahuan intuitif yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui intuitif
atau kasyf.
c. Berdasarkan kepentingannya:
·
Pengetahuan dominatif yaitu pengetahuan yang digunakan untuk melakukan
dominasi kekuasaan.
·
Penguasaan deskriptif yaitu pengetahuan yang digunnakan untuk
mendeskripsikan fenomena.
·
Pengetahuan
emansipatoris yaitu pengetahuan yang digunakan sebagai sarana pemberdayaan
masyarakat yang tertindas (Hubernas).
F.
Teori Pengetahuan
Terkait dengan pembahasan ini, terdapat teori kebenaran yang
populer dibahas dalam berbagai buku filsafat seperti yang dijelaskan oleh
Humnex dalam Peta Filsafat (2004:18) dan Mudlor Ahmad (1994:102), yaitu:
1.
Teori
Kebenaran Korespondensi
Suatu
idea atau proposisi itu benar apabila secara akurat dan cukup menyerupai atau
merepresentasikan realitas.
2.
Teori
Kebenaran Koherensi
Suatu
proposisi atau pernyataan benar jika proposisi tersebut berada dalam keadaan
saling berhubungan dengan posisi lain yang benar, atau jika makna yang
dikandungnya berada dalam keadaan saling hubung dengan pengalaman yang ada.
3.
Teori
Kebenaran Pragmatis
Teori
ini mengukur kebenaran melalui konsekuensi praktis dari sebuah pernyataan.
4.
Teori
Kebenaran Agama
Kebenaran
religius ini adalah kebenaran yang bersumber dari Tuhan. Kebenaran ini mutlak,
berada diatas kemampuan dan kemauan manusia.
5.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang kedua. Ia membahas
persoalan bagaimana manusia dapat memperoleh pengetahuan dan bagaimana capaian
pengetahuan manusia dapat dibenarkan. Epistemologi memilik fungsi yang sangat
fundamental mulai sebagai landasan bagi tindakan manusia sehari-hari,
pengembangan kearifan dalam berpengetahuan, hingga sebagai sarana untuk penyadaran
bahwa di dunia ini terdapat variasi kebenaran yang dimiliki manusia yang oleh
karenanya manusia layak menjadi manusia yang sempurna (insan kamil).
DAFTAR PUSTAKA
Esha,
M. In’am. 2010. Menuju Pemikiran Filsafat. Malang:UIN-Maliki
Bakhtiar,Amsal .
(2012). Filsafat Ilmu. Raja
Grafindo Persada(Rajawali Press)
Komentar
Posting Komentar