zakat dan wakaf sebagai sumber kekayaan negara


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Zakat merupakan merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu vertikal dan horizontal. Zakat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (hablu minallah) dan sebagai kewajiban kepada sesama manusia (hablu minannaas). Zakat juga memiliki potensi yang strategis untuk dikembangkan sebagai instrumen pemerataan pendapatan, karena zakat menganut asas keadilan dalam pendistribusiannya.
Wakaf merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki potensi dalam pengembangan ekonomi ummat. Selain zakat dan wakaf juga terdapat sumber dana sosial lain seperti infak dan sedekah. Wakaf juga dapat digunakan sebagai suatu dalam meningkatkan insfrastuktur untuk mempercepat pembangunan dengan berperan aktif dalam sektor pendidikan, kesehatan, serta investasi pelayanan publik sehingga memperkuat perekonomian negara.
Dengan adanya zakat dan wakaf terutama di negara Indonesia maka penting untuk membahas lebih lanjut bagaimana zakat dan wakaf berperan penting sebagai sumber kekayaan negara dan sebagai instrumen dalam pembangunan, sehingga mampu membantu masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pokoknya dan mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.


B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian dari zakat dan wakaf?
2.      Bagaimana peran zakat sebagai sumber kekayaan negara?
3.      Bagaimana peran wakaf sebagai sumber kekayaan negara?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui dan memahami pengertian dari zakat dan wakaf
2.      Mengetahui dan memahami peran zakat sebagai sumber kekayaan negara
3.      Mengetahui dan memahami peran wakaf sebagai sumber kekayaan negara


BAB II

PEMBAHASAN



A.    Pengertian Zakat dan Wakaf

Zakat ditinjau dari segi bahasa (lughatan) mempunyai beberapa arti, yaitu keberkahan, pertumbuhan dan perkembangan, dan kesucian. Dan zakat menurut istilah (syar’iyah) merupakan bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanyadengan persyaratan tertentu pula.[1]
Menurut Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat (2) “Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam”.
Dari definisi di atas tentang makna zakat, maka dapat disimpulkan bahwa zakat adalah harta yang dimiliki seorang muslim yang apabila sudah mencapai nishobnya maka wajib dikeluarkan zakatnya dan diberikan kepada mustahik sesuai dengan perintah Allah SWT, hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa dalam harta orang-orang kaya terdapat bagian yang merupakan bagian  hak untuk orang miskin. Islam telah memberikan tuntunan kepada umat Islam dan ini adalah salah satu bentuk cara hidup sosial yang peduli sesama manusia. Dimana zakat merupakan jembatan untuk memperdekat hubungannya dengan sesama manusia.
Wakaf berasal dari bahasa Arab waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau menahan sesuatu. Menurut istilah, wakaf adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran islam.[2]
Wakaf secara etimologi adalah al-habs (menahan). Wakaf merupakan kata yang berbentuk masdar (gerund) dari ungkapan Waqfu al-syai’ yang pada dasarnya berarti menahan sesuatu. Dengan demikian pengertian wakaf secara bahasa adalah menyerahkan tanah untuk orang-orang miskin untuk ditahan[3].Wakaf secara esensial bermakna penyumbangan aset secara mengikat yang ber-potensi menghasilkan kemanfaatan dengan tujuan disalurkan untuk kemaslahatan.[4]

B.     Peran Zakat Sebagai Sumber Kekayaan Negara

1.      Zakat dan ekonomi makro

2.      Urgensi zakat dalam kesejahteraan masyarakat

a.       Pelembagaan Zakat
Pelembagaan zakat merupakan bentuk upaya perhatian pemerintah terhadap zakat. Misalnya pendirian Badan Amil Zakat Nasional. Selain itu masih ada beberapa lembaga zakat swasta yang lain. Potensi zakat di Indonesia dapat terkumpul dalam satu wadah yaitu Badan Amil Zakat Nasional. Selain itu didukung dengan kesadaran masyarakat untuk membayar zakat ke BAZNAS dan pemerintah sebagai pemegang wewenang pemerintahan. Sehingga pengumpulan, pengelolaan dan distribusi zakat akan maksimal.
b.      Sumber Devisa Negara
Secara makro, bahwa zakat dapat dijadikan sebagai sumber devisa Negara. Dalam sejarah Islam, sumber devisa Negara dalam pemerintahan Umar ibn Khattab selain pajak adalah zakat. Zakat mendapat perhatian lebih dalam pemerintahan tersebut. Sedangkan zakat di Indonesia,  perhatian pemerintah masih patut disayangkan, sebab perhatian pemerintah belum optimal. Seperti belum ada aturan yang memaksa bagi umat muslim untuk menunaikan zakat bagi yang mampu. Sehingga zakat belum dapat menjadi sumber devisa Negara, dan belum dapat dimanfaatkan sebagai anggaran belanja Negara.
c.       Penyaluran Modal
Penyaluran modal dari dana zakat yang terkumpul dapat diberikan kepada perorangan maupun kelompok, penyaluran modal bisa dalam bentuk untuk modal kerja atau investasi. Dalam hal ini, lembaga zakat dapat mengajukan syarat, bisakah usaha tersebut dapat merekrut tenaga kerja yang lain. Bila sudah berkembang kelak, usaha ini harus tetap mampu memberi kontribusi untuk tetangga-tetangga lain yang juga miskin. Dengan cara ini, lembaga zakat tengah mendorong agar kegiatan ekonomi bisa multiplier effect.[5]


3.      Tujuan utama kegiatan zakat, dalam sudut pandang sistem ekonomi pasar.

Menciptakan distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Dengan zakat, terjadi perpindahan harta dari mereka yang berlebih kepada mereka yang kekurangan. Ini yang disebut dengan distribusi pendapatan yang lebih merata. Distribusi pendapatan yang timpang adalah jika yang kaya menjadi semakin kaya sedangkan yang miskin tidak terperhatikan sama sekali, dan menjadi semakin miskin.

4.      Zakat menjadi komponen utama dalam keuangan Negara.

Di kehidupan sosial, zakat bukan hanya sekedar ibadah, tetapi zakat juga memilki nilai sosial untuk meratakan kesejahteraan umat. Zakat memiliki tujuan mendistribusikan kekayaan/ kesejahteraan agar tidak berkumpul hanya di golongan orang-orang kaya. Dengan ditunaikannya zakat, maka akan tercipta transfer kekayaan dari si kaya kepada si miskin secara legal sehingga terwujud pemerataan kesejahteraan.
Salah satu ayat Alquran yang menyebutkan kewajiban membayar zakat bagi setiap umat islam adalah Q.S. At-Taubah: 103. Pada ayat ini juga ditunjukkan bahwa adanya perintah untuk memungut zakat. Pemungutan ini tentu harus dilakukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan syariat yang berlaku.
Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (Baznas dan Baznas Daerah) yang didirikan oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat. Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa cakupan terakhir keuangan negara adalah “Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah”.
Berdirinya BAZ atau LAZ menggunakan fasilitas pemerintah. Pemerintah secara sengaja membentuk BAZ dan memberikan ijin terhadap LAZ. Penjelasan dari ayat tersebut juga menyebutkan bahwa “Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf i meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.”
BAZ adalah badan yang dibentuk berdasarkan kebijakan pemerintah untuk mengelola zakat. Dengan memahami keterkaitan antarpasal dan ayat-ayat tersebut, dapat diketahui bahwa dana yang dikelola oleh BAZ merupakan bagian dari keuangan negara. Hal ini diperkuat lagi dengan PP Nomor 14 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa perwakilan pemerintah dalam anggota BAZ salah satunya berasal dari “Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan” yakni Kementrian Keuangan. Keberadaan pejabat Kemenrian Keungan dalam keanggotaan BAZ tentu dimaksudkan agar pengelolaan zakat tersebut memiliki keterkaitan dan sinergi dengan pengelolaan keuangan negara. Dari pembahasan tentang pengertian akad dan pengertian keuangan negara di atas dapat diketahui bahwa secara peraturan perundang perundangan, zakat menjadi bagian dari keuangan Negara.[6]

C.    Peran Wakaf Sebagai Sumber Kekayaan Negara

Wakaf secara esensial bermakna penyumbangan aset secara mengikat yang berpotensi menghasilkan kemanfaatan dengan tujuan disalurkan untuk kemaslahatan.

1.      Wakaf dan Lembaga Keuangan Publik

Di antara sistem keuangan Islam ada yang bersifat wajib (harus dilaksanakan) seperti zakat ada pula yang bersifat anjuran seperti infak, shadaqah, dan wakaf. Dari sekian lembaga keuangan publik yang patut menjadi sorotan lebih ialah wakaf. Pasalnya, wakaf sebagaimana zakat, infak, dan shadaqah lainnya, merupakan salah satu lembaga keuangan Islam yang bertujuan sosial keagamaan. Perbedaannya, zakat, infak dan shadaqah, seketika bisa habis di-konsumsi sedangkan harta benda wakaf tidak. Oleh sebab itu wakaf sering disebut dengan shadaqah jâriyyah, artinya shadaqah yang terus mengalirkan manfaat dan tidak terputus bagaikan mata air yang mengalir.
Secara historis, wakaf menjadi salah satu instrumen andalan untuk mensejahterakan masyarakat. Perananan wakaf membangun masyarakat yang mapan terlihat dari adanya pemenuhan berbagai aspek kehidupan masyarakat secara umum. Wakaf dapat dijadikan pegangan masyarakat muslim sebagai donatur yang dapat memfasilitasi semacam pembangunan tempat ibadah, tempat persinggahan musafir, tempat penyebaran ilmu, sekolah, pembuatan karya ilmiah, pengadaan air bersih, dan kebutuhan fakir miskin. Secara universal wakaf memiliki peranan besar dari dimensi sosial. Bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan beragam karakter, kekuatan dan kemampuan. [7]

BAB III

PENUTUP



A.    Kesimpulan

B.     Saran

Dengan adannya makalah mengenai  Ekonomi Keuangan Islam 2 pada bab Zakat dan Wakaf sebagai Sumber Kekayaan Negara dapat menambah wawasan kita semua terutama kami pembuat makalah tentang permasalahan-permasalahan yang ada. Semoga makalah ini dapat dijadikan rujukan atau referensi dalam mempelajari Ekonomi Keuangan Islam 2.




DAFTAR PUSTAKA




Ali Ridlo.  2014. Zakat dalam Perspektif Ekonomi Islam. Vol. 7 No. 1
Ali, Muhammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta : UIP
Amin Muhtar. 2015. Potensi Wakaf menjadi Lembaga Keuangan Publik (Kajian Kritis terhadap Konsep dan Praktik Wakaf dalam Hukum Islam). Ciamis: Sekolah Tinggi Agama Islam Al Ma’arif
Mochlasin. 2014. Manajemen Zakat dan Wakaf di Indonesia .Salatiga : STAIN Salatiga Press.
Solikhul Hadi. 2017. Pemberdayaan Ekonomi Melalui Wakaf. ZISWAF Vol. 4 No. 2.
Subekan, Achmat. 2016. “Potensi Zakat Menjadi Bagian Keuangan Negara”. Jurisdictie: Jurnal Hukum Dan Syariah, Vol. 7 No. 2 (104-126).


[1]Naimah, 2016, Konsep Hukum Zakat Sebagai Instrumen dalam Meningkatkan Perekonomian Ummat,  Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari.
[2] Muhammad Daud Ali. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta. hlm 80
[3] Mochlasin.2014. Manajemen Zakat dan Wakaf Indonesia. Salatiga: STAIN Salatiga Press. hlm 49
[4] Amin Muhtar.2015. Potensi Wakaf Menjadi Lembaga Keuangan Publik : Kajian Kritis terhadap Konsep dan Praktik Wkaf dalam Hukum Islam. Asy-Syari’ah Vol. 17 No. 1
[5]Ali Ridlo, 2014. Zakat dalam Perspektif Ekonomi Islam. Vol. 7 No. 1
8 Achmat Subekan. 2016. Potensi Zakat Menjadi Bagian Keuangan Negara. Jurnal Hukum dan Syariah Vol. 7 No. 2.
[6] Achmat Subekan. 2016. Potensi Zakat Menjadi Bagian Keuangan Negara. Jurnal Hukum dan Syariah Vol. 7 No
[7]Amin Muhtar. 2015. Potensi Wakaf menjadi Lembaga Keuangan Publik (Kajian Kritis terhadap Konsep dan Praktik Wakaf dalam Hukum Islam). Ciamis: Sekolah Tinggi Agama Islam Al Ma’arif


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH HADIST ANJURAN UNTUK BEKERJA

FILSAFAT ILMU: AKSIOLOGI ILMU

Tokoh-Tokoh Tasawuf