MAKALAH HADIST TENTANG PINJAM MEMINJAM

BAB I

 PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Manusia kadang dirundung kekurangan untuk sebuah keinsyafan akan kelemahannya. Dan kadang dilimpahi nikmat harta untuk mendidik makna syukur dalam dirinya. Dengan adanya dua kelompok manusia tersebut maka  terjadilah dalam hidup bermayarakat kita suatu trasnsaksi dan interaksi untuk saling melengkapi didalam hidup ini.Yang dilanda kekurangan meminjam kepada yang berkecukupan sepotong hartanya untuk memenuhi kebutuhannya dengan janji akan mengembalikannya pada bulan tertentu  dan hari tertentu. Orang yang berkecukupanpun memberinya pinjaman sesuai yang dibutuhkannya dengan harapan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Kejadian semacam ini akan terus terjadi pada masyarakat dalam irama saling melengkapi. Allah SWT yang Maha Tahu benar-benar memperhatikan kejadian ini hingga menurunkan wahyu kepada nabi Muhammad SAW untuk mengatur tentang ini semua agar transaksi dan interaksi yang seharusnya  saling menguntungkan ini tidak berubah menjadi suatu kedholiman.

B.    RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang dimaksud dengan pinjam meminjam
2.      Mengetahui hukum pinjam meminjam
3.      Mengetahui rukun pinjam meminjam
4.      Mengetahui etika dalam pinjam meminjam

C.    TUJUAN MASALAH

1.      Untuk mengetahui pinjam meminjam
2.      Untuk mengetahui hukum pinjam meminjam
3.      Untuk mengetahui rukun pinjam meminjam
4.      Untuk mengetahui etika dalam pinjam meminjam


BAB II

 PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PINJAM MEMINJAM

Pinjam meminjam dalam bahasa Arab disebut “Ariyah”. Kata “Ariyah”menurut bahasa artinya pinjaman. Pinjam-meminjam menurut istilah ‘Syara” ialah akad berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang  kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikan setelah diambil memfaatnya
Rasullullah saw. Bersabda:
“Dan Allah menolong hamba-n-Nya selama hamba itu mau menolong saudaranya.”
Allah akan membantu orang yang berutang yang berniat melunasinya
“ tiada seorang hamba pun yang mempunyai niat di dalam hatinya untuk melunasi utangnya, kecuali allah pasti akan membantunya “ ( Riwayat Ahmad melalui Aisyah r.a )
Dalam hadis lain Rarulullah saw. Bersabda:
“Dari Abu Umamah ra. Dari Nabi saw. bersabda, “Pinjaman itu harus dikembalikan dan orang yang meminjam dialah yang berutang, dan utang itu wajib dibayar.” (HR. At-Turmudzi).
ad-Dailami meriwayatkan hadist melalui abu sa’id al-khudhairi r.a
‘’ orang yang berutang, di dalam kuburnya terbelenggu, ia tidak dapat terlepas dari belenggu itu kecuali bila utangnya telah terbayar ‘’
Pinjam Meminjam Ribawi Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
Artinya ; “Setiap pinjaman yang membawa manfaat keuntungan adalah riba.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata: “Hadits ini diriwayatkan oleh Haris ibnu Abi Usamah dan di dalam sanad ada seorang rawi yang gugur periwayatan . Hadits ini memiliki syahid yang dhaif pula dari Fadhalah bin ‘Ubaid yg diriwayatkan oleh Al-Baihaqi  Pendukung lain adalah hadits mauquf diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu .” Al-Hafizh juga mengatakan dalam At-Talkhish : “Dalam sanad hadits ini ada Sawar ibnu Mush’ab dia adalah rawi yg matruk .”
Hadits ini didhaifkan pula oleh Ibnul Mulaqqin dalam Khulashah Al-Badrul Munir Abdul Haq di dalam Al-Ahkam Ibnu Abdil Hadi dlm At-Tanqih dan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dlm Irwa`ul Ghalil .
Ketahuilah tiap pinjam meminjam yang mendatangkan keuntungan teranggap riba . Namun karna hadits dhaif tentu kita tidak boleh memakai sebagai hujjah. Hanya saja makna hadits di atas terpakai diperkuat oleh ushul syariat dan telah dinukilkan ada ijma’ para ulama dalam masalah ini. Sebagaimana dinukilkan oleh Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullahu bahwa tiap pinjam meminjam yang di dalam dipersyaratkan sebuah keuntungan penambahan kualitas ataupun kuantitas termasuk riba.
Pinjam meminjam pada asal adalah perbuatan kebaikan dimana seseorang memberikan kepada yang lain suatu barang atau uang untuk nanti dikembalikan yg sama pada waktu yg telah disepakati. Namun manakala ada penambahan dalam pengembalian atau dikembalikan dengan sesuatu yang lebih bagus atau baik terjadilah riba.
Dalam hal ini ada beberapa syubhat yg beredar di tengah kaum muslimin yg sengaja disebarkan oleh ahlus syubhat yang dipandang tokoh oleh sebagian orang. Kami nukilkan secara ringkas beberapa syubhat tersebut berikut jawaban dari kitab Syarhul Buyu’ war Riba Min Kitabid Darari yang ditulis guru kami Asy-Syaikh Abdurrahman bin ‘Umar bin Mar’i Al-’Adni hafizhahullah.
Beliau hafizhahullah menyatakan ada pihak-pihak yang tidak menganggap riba pinjam meminjam yg memberi  faedah. dalam hal ini mereka menggunakan dua sudut pandang:

1.      Riba yg diharamkan hanyalah riba jahiliah yaitu riba dalam hutang piutang. Misalnya seseorang menghutangi orang lain dengan perjanjian akan dibayar dalam tempo tertentu namun ternyata sampai tempo yg ditentukan orang yang berhutang belum melunasinya. Akibat si pemberi piutang memberi denda dengan jumlah tertentu yang harus dibayarkan bersama hutang sehingga bertambahlah jumlah hutang dari orang yang berhutang tersebut.
Adapun pembayaran tambahan yang telah disebutkan di awal akad pinjam meminjam mereka mengatakan bahwa itu bukan riba yg diharamkan.
Mereka yang berpendapat seperti ini di antara Muhammad Rasyid Ridha penulis Tafsir Al-Manar murid Muhammad Abduh serta diikuti oleh ‘Abdurrazzaq As-Sanhawuri seorang “pakar” hukum di masa ini. Mereka menguatkan pendapat tersebut dengan beberapa dalil berikut ini:
A.    Gambaran riba jahiliah yang ayat-ayat Al-Qur`an diturunkan tentang hanyalah berupa ‘’engkau bayar sekarang atau hutangmu bertambah’’.
B.     Menurut mereka riba jahiliah dilarang karna mengambil ziyadah dari pokok harta . Hal itu terjadi karna tertunda pembayaran hutang kepada pihak yg memberi piutang bukan disebabkan ingin memberikan kemanfaatan kepada si pemberi hutang.
C.     Muhammad Rasyid Ridha berdalil juga dari sisi bahasa. Ia berkata “Huruf lif dan lam pada kata الرِّبَا adalah lil-’ahd sehingga riba yg dilarang dan dicerca adalah riba yang dikenal dimaklumi dan diketahui kalangan orang 2 jahiliah yaitu ‘engkau bayar atau hutangmu bertambah’’.
2        Membatasi riba hanya dlm jual beli saja. Adapun dalam pinjam meminjam riba tidaklah berlaku. Mereka berdalil sebagaimana berikut:
A.    Ayat-ayat riba menyebutkan secara global dan ditafsirkan oleh hadits-hadits Rasulullah saw. Namun dalam hadits tersebut hanya disebutkan jual beli dan tidak ada penyebutan qardh.
B.     Mereka berdalil dengan penukilan dari fuqaha dan ulama Hanafiah yg membatasi riba hanya dalam jual beli.
C.     Mereka berdalil bahwa sebagian fuqaha Hanafiah menjadikan qardh sebagai analogi dari berderma sehingga tidak terjadi riba di dalamnya. Karena yg nama riba hanya berlangsung pada sesuatu yg di dalam ada penggantian.

B.   HUKUM PINJAM MEMINJAM

1.      Harus sesuatu yang boleh dipinjamkan. “…dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (Al Maaidah 2)
2.      Jika yang meminjamkan mensyaratkan kepada peminjam untuk mengganti barang yang dipinjamkan jika mengalami kerusakan, maka pihak peminjam wajib mengganti. Jika yang meminjamkan tidak mensyaratkan, tetapi barang rusak bukan karena keteledoran peminjam, maka disunnahkan untuk mengganti, tidak diwajibkan. Tetapi jika rusak karena keteledoran peminjam, maka wajib diganti walaupun pemilik tidak mensyaratkannya.
3.      Peminjam harus menanggung biaya pengangkutan pada saat pengembalian.
“ orang berutang ( bila mati ) di dalam kuburnya ditahan oleh hutangnya, ia mengadu kepada allah tentang kesepian yang menimpanya “. (riwayat thabrani melalui al-barra )
4.      Peminjam tidak boleh menyewakan barang yang dipinjamnya. Boleh meminjamkan lagi ke orang lain dengan izin dari pemilik.
5.      Jika seseorang meminjamkan kebun untuk ditembok, peminjam tidak boleh mengambil lagi hingga temboknya roboh. Jika meminjamkan sawah untuk ditanami, peminjam tidak boleh mengambilnya hingga panen usai.
6.      Jika meminjamkan dalam jangka waktu tertentu, peminjam disunnahkan untuk tidak mengambil barangnya sebelum masa waktunya habis.

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا
خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS Al-baqarah {2}:280)

C.   RUKUN PINJAM MEMINJAM

1.      Orang-orang yang meminjamkan. disyaratkan;
A.       Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi. Orang yang dipaksa dan anak kecil tidak sah meminjamkan.
B.       Barang yang dipinjamkan itu milik sendiri atau menjadi tanggung jawab orang yang meminjamkannya.
2.      Orang-orang yang meminjam, disyaratkan;
A.     Berhak menerima kebaikan. Oleh sebab itu, orang gila atau anak kecil tidak sah meminjam.
B.     Hanya mengambil manfaat dari barang dari barang yang dipinjam.
3.      Barang yang dipinjam, disyaratkan;
A.    Ada manfaatnya.
B.     Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil manfaatnya). Oleh karena itu, makanan yang setelah dimanfaatkan menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.  Akad, yaitu ijab dan qabul
A.    Pinjam-meminjam berakhir apabila barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada yang memilikinya.
B.     Pinjam-meminjam berakhir apabila salah satu dari kedua belah pihak meninggal dunia atau gila.
وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَٰئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَب
Artinya: Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka. (QS Al-syura {42}:41
C.     Barang yang dipinjam dapat diminta kembali sewaktu-waktu, karena pinjam meminjam bukan merupakan perjanjian yang tepat.
D.    Jika terjadi perselisihan pendapat antara yang meminjamkan dengan yang meminjam barang tentang barang itu sudah dikembalikan atau belum, maka yang dibenarkan adalah yang meminjamkan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini didasarkan padda hokum asalnya yaitu belum dikembalikan.

D.   ETIKA PINJAM MEMINJAM

Hudhur aba telah mengingatkan kita dalam khutbah beliau aba tanggal 13-8-2004, agar para Ahmadi dengan secermatnya mengikuti petunjuk yang ada di dalam KS Alquran (2 :283–284: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhutang pada sesamamu, hendaklah menuliskannya …..)
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۚ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ( QS AL-nisa’ [4]:11 )
Dalam hubungan di masyarakat acapkali kita terpaksa membuat transaksi seperti meminjam dan meminjamkan. Dan disebabkan urusan pinjam dan meminjamkan ini acapkali terjadi pertengkaran dan permusuhan di antara saudara dan di antara teman-teman, yang bisa sampai ke pengadilan, dan dapat menyebabkan kebangkrutan dan kehinaan. Dalam ajaran Islam, Allah, Taala telah memberikan petunjuk agar urusan pinjam – meminjam ini harus ditulis; dengan syarat-syaratnya kapan pinjaman akan dikembalikan, kalau dicicil berapa dan berapa lama, kapan penyelesaiannya. Seringkali orang merasa berkeberatan untuk menuliskan urusan pinjam-meminjam ini, dengan alasan bahwa kami berteman sangat dekat dan bersahabat sangat kental, kami bersaudara dekat, dan kalau kami menuliskannya, maka seolah-olah kami tidak saling mempercayai. Atau karena merasa jumlahnya pinjamannya ini sedikit atau tidak banyak, maka kami segan untuk menuliskannya.  Padahal perintah dalam Islam sudah tegas, ialah harus ditulis, berapa pun besarnya atau dengan siapa pun. Perintah ini harus diikuti atau ditaati, sebagai orang beriman yang takwa; yang meminjam harus menulisnya dengan benar dan dengan perasaan takut kepada Tuhan; jumlahnya syarat-syaratnya, cicilannya, waktu penyelesaiannya.
Dalam transaksi besar, seperti jual beli besar, maka diperlukan 2 orang saksi laki-laki; 1 orang saksi laki-laki dapat diganti dengan 2 saksi perempuan, sehingga jika wanita yang satu itu lupa maka yang lainnya bisa mengingatkannya.




BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

Setelah menyusun makalah ini yang berjudul, “Pinjam Meminjam dalam Islam”, Penulis menyimpulkan bahwa dalam proses pinjam meminjam di kalangan masyrakat harus memperhatikan beberapa hal sebelum melakukannya, Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang terjadi saat sekarang ini.

B.     Saran


Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan partisipasi rekan dan dosen berupa saran serta kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Komentar

  1. assalamu alaikum ustadz.? untuk futnot dan rweferensinya ada ngk ustadz.?

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikum salam, mohon maaf mas sebelumnya panggil saja saya topan saya dan saya bukan ustadz hehehe. untuk footnote dan reviewnya tidak saya masukkan. terimakasih sudah berkunjung di blog saya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH HADIST ANJURAN UNTUK BEKERJA

Tokoh-Tokoh Tasawuf

FILSAFAT ILMU: AKSIOLOGI ILMU